Bingung : Catatan dari Wonolobo

Ketika insan yang menggalau berucap “Sendiri itu lebih baik.” *ups yang lagi sakit hati

Ketika insan yang tegar lantang berteriak “Bersama itu jauh lebih baik.” *wow !!!! Dan itu gue

Merajut kebersamaan dalam bingkai harmoni……..

Hai, bro and sist rahimakumullah…Lama tak bersua dalam dimensi ini, dunia maya yang terkadang penuh intrik, candaan, kebahagiaan, kesemuan, kebohongan, realita, konspirasi, kabar gembira, kabar buruk, kemaksiatan, maupun ajakan tuk kebaikan. Semua bersatu padu dalam bingkai dunia maya. Yang namanya maya, yang dalam KBBI yang juga punya definisi semu tentunya selalu menampilkan realitas yang memang belum tentu terindra dalam fakta seutuhnya. Ngomong-ngomong kenapa saya menggunakan sapaan ‘bro and sist rahimakumullah’, karena eh karena dalam kaidah hidup saya yang ‘rada’ liar ini musti dituntut kecepatan, kecerdasan, keuletan, serta kemampuan berimajinasi tingkat tinggi. Maka muncullah ungkapan tersebut yang seperi kita ketahui kalau bro(ther)=saudara laki-laki dan sist(er)=saudara perempuan , sedangkan rahimakumullah itu yang artinya kalian semua yang dirahmati Allah. Seneng kan saya panggil bro-sist rahimakumullah ?

“Catatan dari Wonolobo ?”

Udah beberapa bulan, jujur dari hati yang terdalam saya memang rada mandet dalam menulis. Dikarenakan banyak alasan, salah satunya yang paling mendasar adalah ‘males ngetik’, pengen nya gini…. Saya mikir di kepala sambil ngekhayal, sambil makan sambelnya SS yang terkenal super pedes itu, dan dengan sendirinya laptop butut saya menulis di microsoft word dengan sendirinya. Dan sampai sekarang impian saya itu belum bisa terealisasi. Faktanya, saya lagi ngetik apa yang ada di kepala saya.

Upss…. Saya itu bingung sebenarnya mau nulis apa. Ah, garuk-garuk kepala dulu. Saya juga bingung kenapa saya menulis judul dari ‘catatan perjalanan’ ini dengan judul “Catatan dari Wonolobo”. Kalau orang-orang nanya tentang apaan tuh Wonolobo, asbabun nuzul(asal usul) kenapa saya tiba-tiba dengan polosnya menulis judul dengan satu kata asing “Wonolobo”. Okelah, saya kan jelaskan dalam kebingungan saya.

Mau jelasin apa yaa ???? Saya juga bingung…

eitsss…Saya punya cerita…Tahukah kamu bro-sist ? Pasti gak tahu kan ? Kan saya belum cerita. Nah ceritanya gini, permasalahan yang menerpa saya beberapa bulan ini ialah kemandetan saya dalam nulis…. Tulisan yang sekarang kamu baca pun masih dalam struktur yang amat mandet.

Karena saking bingungnya…… Saya teringat ocehan wanita bertubuh kekar malam itu. Beberapa hari sebelum saya ke Wonolobo, saya masih di Jogja (kota rantauan saya) di sebuah kampus yang sangat tidak kurang terkenal, namanya sengaja disamarkan, sebut saja UGM. Di sebuah masjid yang katanya elok dan kalo malam anginnya bikin cenat-cenut apalagi pas sholat shubuh. Tepatnya bada’ magrib. Bersama beberapa mas-mas (maaf nama disamarkan)

Shurrppp sambil menyeruput secangkir air putih. (maklum, gula lagi naik)

Saya saat itu selesai shalat magrib di masjid kampus UGM bersama mas Mukh*tar (maaf disamarkan), mas Al*i(sengaja disamarkan), lalu ada temen satu angkatan Ga*ni Asmoro(disamarkan juga, takmir Masjdi Pogung Raya) memutuskan untuk mencari makan malam bersama….

Dan semua sepakat…sepakat buat makan malam itu…apapun konsekuensinya, halangan dan rintangan kami semua akan tetap makan.

Disertai ikhitiar dengan menyiapkan sepeda motor masing-masing, kami starter masing-masing kendaraan kami. Ternyata suara motornya udah satu knot irama “bremmm”

Akhirnya berhasil kami lewati pagar penjagaan super duper ketat keamanan masjid kampus yang dilengkapi sistem keamanan yang ‘katanya’ sama dengan sistem keamanan di Pentagon (istana Amerika Serikat) dan bahkan konon katanya, kata mas Al*i (pria paling perkasa diantara kami) bahwa sesungguhnya Pentagon lah yang meniru sistem keamanan di masjid kampus….wowwww…

Setelah berhasil melewati sistem keamanan super ketat masjid kampus, ujian ternyata belum selesai. Masih ada portal kampus yang konon katanya hanya bisa ditembus oleh orang-orang khusus saja, dan memang kami berhasil tembus.

“Selamet yaaa…”. Sorak-sorai hadirin pembaca menyemangati kami saat. itu.

Senanggggnyaaaaa….

Dengan akurasi, presisi, akomodasi serta goncangan perut yang sudah pada stagnansi, kami memutuskan untuk melahap warung lalapan yang ada di dekat lembah kampus UGM saat itu. Tanpa basi-basa upss… basa-basi maksudnya, kami memesan makanan yang sekiranya cukup mengusir stagnansi lapar kami dan stimulus kecemerlangan energi kami

“Si Al*i mana yaa ?” gumam mas Muk*htar.

Sontak lembah UGM beserta seisinya terhenyak sendu sedikit malu-malu karena dentuman seorang mas Muk*htar. Sambil menunggu mas Al*i yang lagi sibuk ngehabisin bensin mondar-mandir di jalan, kami memutuskan untuk mesan makanan duluan dan menduduki singgasana lesehan di pinggir jalan yang lagi sendu-sendunya bersama naungan rintik air dari langit.

“Mas, sambelnya banyakin yaa.” Pinta saya.

“Hoke bos…” sahut si mas. Yang namanya gak mau disebutkan di cerita ini, dan lagipula saya belum kenalan dengan si mas.

Supaya gak ngehabisin banyak kalimat dan paragraf, saya gak mau ceritain bagaimana si Ga*ni dan mas Mukh*tar sibuk merem megang tombol hp sesekali ngeluarin bahasa yang amat sulit diterjemah. Saya coba cairkan suasana dengan memulainya dengan bahasa manusia tentunya.

“Ga*ni, kamu bisa nyetir mobil gak ?” oceh saya pada Ga*ni yang lagi sibuk ngelurusin janggutnya yang sebenarnya gak ada.

“Bisa dong mi…” sontak Ga*ni.

“Wah…ngomongin apaan nih ?????? Ikut donggg….” sahut mas Mukh*tar dengan gegap gempitanya.

“Mau tau aja atau mau tau banget…” balas Ga*ni dengan centilnya.

*Dalam hati saya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosa-dosa dua saudara hamba ini, jauhkan mereka dari segala virus akhir zaman serta lindungi kami.”

…………

Sebenarnya saya gak mau nyeritain, kalo di depan parkiran sana mas Al*i udah dengan cantik memarkir motornya, dia lepas helm dengan gagah gemulainya, asli mirip iklan shampo merk tiitttt, tapi yang ini pemerannya mas Al*i. Bayangin aja sendiri.

Tak lupa juga dengan sedikit olesan tangan pada rambutnya cukuplah tuk rapikan rambut yang mulai memanjang tersebut. Sesekali Mas Al*i melirik kaca spion motornya yang konon katanya berasal dari kaca cermin ibu tirinya si Cinderella yang bisa menilai mana yang cantik dan mana yang gak cantik.

*Dari kejauhan saya berdoa, “Semoga spion tersebut jujur apa adanya, bahwa mas Al*i memang cantik…..upss…cantik akhlaknya maksud saya  ”

Sebenarnya saya juga gak mau nyeritain bahwa dari tadi makanan udah datang. Dan tanpa sadar, makanan saya udah mau habis. Mas Mukh*tar dan si Ga*ni lagi sibuk menyeruputi tulang hingga tetes terakhir.

Seusai mesan makanan, mas Al*i pun menghampiri kami. Disitulah bencana dimulai, lagi asyik-asyik kami ngobrol-ngabrik sambil menikmati aroma aspal nan harum.

Dari kejauhan sana, makhluk berbadan kekar bersuara cetar cekikikan memalukan, kalau bukan bencong ya siapa lagi, kalau bukan bencong maunya dibilang apa lagi. Mereka siap menyerang kami.Kedaulatan kami bakal terancam, bunggg…

Mas Al*i terlihat santai aja, karna konon katanya dia udah sering nangkapin makhluk gaib ini. Terlihat mas Mukh*tar menyiapkan uang ribuan buat dua makhluk cekikikan tersebut. Dengan sigap saya berujar kepada mas Mukh*tar

“Mas, jangan dikasih, kata ustadz yang pernah saya dengar, haram hukumnya mengasih uang kepada mereka karena sama saja kita mengakui/membolehkan pekerjaan mereka sebagai ‘banci/bencong’ yang kalau tarik asal hukumnya ialah haram laki-laki yang menyerupai wanita maupun sebaliknya.” nasehat saya. 😀

“Siap hokehhhhh….” gumam mas Mukh*tar sambil dia masukkan kembali uangnya tersebut.

dag dig dug dag dig dug

Akhirnya, dua makhluk gaib itu menghampiri kami. Dengan senjata pamungkasnya, tamborin dari tutup botol yang ditempel di balok kayu dengan paku mengeluarkan gemercik bunyi nan menusuk. Suara cempreng menyanyi-nyanyi. Asli…ini bukan hiburan…ini penyiksaan bunggggg….

Nasi udah jadi nasi goreng, udah terlanjur kami tak berkutik dihampiri dua makhluk yang gak jelas spesies dan genusnya dalam istilah Biologi (benar gak nih yang ngakunya anak Biologi ?)

Kami tahan mimik muka kami, tetap berwibawa, ketika dua bencong ngeluarin kantung ajaibnya buat minta uang kepada kami, dengan gagahnya kami menolak secara halus sambil melambaikan tangan…..dadadahhhhh

Dan ternyata dua bencong ini kesal dengan ke’sok’an kami. Macam-macam kalimat keluar dari mulut mereka yang penuh lipstik(katanya, tapi saya menerka mereka hanya memakai krayon warna merah anak TK atau PAUD yang udah gak dipake.)

Kami tetap diam dan menolak mereka secara halus. Dan mereka pun pergi…Alhamdulillah… 🙂

Kami lanjutkan obrolan-abrikan kami, saya, mas Mukh*tar dan Ga*ni udah selesai makan, mas Al*i masih belum makan sesuap-pun. Tiba-tiba seorang mas pelayan warung menghampiri kami, dan berlantun ria ke arah mas Al*i

“Mas, makanannya dibelakang mas nih. Udah dari tadi, mas…” cecar si mas.

“oh iya mas…” sontak mas Ali, malu kepada semut merah yang lagi berbaris di dinding yang menatap curiga seakan penuh tanya sedang apa disini….

……………………

Kalo BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) punya program deradikalisasi(deislamisasi), ataupun BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) punya program ‘2 anak lebih baik’. Maka izinkan kami tuk melancarkan program debencongisasi. Kenapa ini penting ? Karna ini sudah mengancam kedaulatan laki-laki sebagai makhluk yang memuliakan wanita. Dan pastinya ini melanggar hukum Allah, bung.

………….

Singkat cerita, tiba-tiba saya ada di desa Wonolobo, sebuah desa di daerah Magelang, kehidupan asri dan penuh kesahajaan.

Sebenarnya saya gak mau cerita kalo sebenarnya saya di Wonolobo lagi mengikuti training kepemimpinan, dimana salah satu manfaat yang ingin diambil ialah bisa bersosialisasi dengan masyarakat desa. Saya jujur mah, gak mau cerita kalo di Wonolobo kerjaannya ialah baca-baca, denger-denger, dan diskusi-diskusi. Keren gak tuh ? Saya juga gak mau cerita apa adanya kalau disana yang dilakukan ialah analisis sirah dan analisis sosial.

Saya gak mau bikin paragrafnya tambah panjang sebenarnya, makanya saya gak mau cerita kalo di Wonolobo ada mesjid yang sering kami pakai buat sholat dan konon katanya punya WC dan kamar mandi yang selalu terisi apalagi pas pagi-pagi sama waktu sore.

…………………………………

Hujan pun syahdu merintik ke bumi asri, desa Wonolobo.Dalam sebuah upacara penutupan training kepemimpinan tersebut.

“Hujan yang turun ini adalah tanda Allah sayang kepada kita semua.” gumam mas Al*i.

“Semoga rahmat menyertai kita di desa Wonobolo ini…” senyum mas Al*i.

What ??? Wonobobo ???? ehhh, Wonobolo ???

>>>Catatan dari Wonolobo, mengungkap apa yang belum tersingkap, menyibak makna yang tersimpan<<<

*Setelah lama tak menulis 23-05-2013/13 Rajab 1434 H


Leave a comment